Khotbah Renungan Tentang Kehidupan Sekarang: Apa Yang Sebenarnya Kita Cari?
Khotbah: Renungan Tentang Kehidupan Sekarang
Pendahuluan
Saudara-saudara yang dikasihi oleh Tuhan, pagi hari ini saya mengajak kita semua merenungkan tentang kehidupan kita saat ini. Kita hidup di dunia yang penuh dengan hiruk-pikuk, berbagai tantangan, dan godaan yang tak ada habisnya. Kehidupan yang sering kali membuat kita bertanya-tanya: Apa tujuan kita? Untuk apa kita hidup di dunia ini? Apa yang kita cari?
Kita terlahir ke dunia ini sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang luar biasa. Sebagaimana tertulis dalam Kitab Suci kita, manusia diciptakan dari tanah yang hina, namun dengan nafas Allah yang mulia. Allah menciptakan kita dengan kasih yang begitu besar dan memberikan kita kehidupan ini sebagai anugerah yang harus kita syukuri.
Namun, apa yang kita lakukan dengan kehidupan ini? Banyak dari kita yang terjebak dalam rutinitas sehari-hari, mengejar hal-hal yang fana dan melupakan yang abadi. Kita lupa bahwa hidup ini hanya sementara dan yang abadi adalah hidup kita di akhirat nanti. Di sinilah kita harus berhenti sejenak, merenung, dan memikirkan kembali tujuan hidup kita di dunia ini.
Kisah Nabi Muhammad: Kesederhanaan dan Keikhlasan
Mari kita belajar dari kisah Nabi Muhammad SAW, seorang utusan Tuhan yang hidup dengan kesederhanaan dan keikhlasan. Beliau bukan hanya seorang pemimpin, tetapi juga seorang hamba Allah yang menjalani hidupnya dengan penuh ketulusan. Nabi Muhammad dikenal sebagai seorang yang hidup dalam kesederhanaan, meski memiliki kesempatan untuk hidup mewah.
Ketika Nabi Muhammad diangkat sebagai Rasul, beliau tidak langsung mendapatkan pujian dan kemuliaan dari kaumnya. Beliau bahkan dimusuhi oleh keluarganya sendiri, diperlakukan dengan kejam oleh orang-orang Mekah, dan harus menghadapi berbagai macam kesulitan. Semua itu terjadi karena beliau membawa pesan yang berbeda—pesan tentang kebenaran, keadilan, dan cinta kasih yang menentang kebiasaan buruk masyarakat pada saat itu, termasuk perbudakan dan ketidakadilan.
Namun, di tengah segala kesulitan itu, Nabi Muhammad tidak pernah menyerah atau mengeluh. Beliau tidak pernah berpikir untuk membalas dendam kepada orang-orang yang memusuhinya. Sebaliknya, beliau selalu berdoa agar Allah memberikan hidayah kepada mereka. Nabi Muhammad mengajarkan kepada kita tentang pentingnya kesabaran, keikhlasan, dan keteguhan iman dalam menghadapi setiap masalah dalam hidup. Beliau adalah contoh bahwa hidup ini bukan hanya tentang diri kita, tetapi juga tentang bagaimana kita dapat menjadi berkat bagi orang lain.
Kisah Nabi Yusuf: Kesabaran dalam Ujian Hidup
Lihatlah juga kisah Nabi Yusuf dalam Al-Qur'an. Seorang pemuda yang tampan, saleh, dan berbakti. Namun, karena kecemburuan saudara-saudaranya, Yusuf dilemparkan ke dalam sumur dan dijual sebagai budak. Dalam perjalanannya, Yusuf juga difitnah dan dipenjara meskipun ia tidak bersalah. Semua penderitaan itu tidak membuat Yusuf berputus asa. Justru dari sumur gelap itu, Yusuf akhirnya diangkat Allah menjadi seorang pemimpin besar di Mesir.
Kisah Nabi Yusuf mengajarkan kita bahwa ujian hidup yang kita alami bukanlah akhir dari segalanya. Setiap masalah, setiap kesulitan, adalah bagian dari rencana besar Allah untuk menjadikan kita lebih kuat, lebih bijak, dan lebih dekat kepada-Nya. Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa "Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan" (QS. Al-Insyirah: 6). Kita harus percaya bahwa di balik setiap masalah yang kita hadapi, ada hikmah yang bisa kita petik, ada pelajaran yang bisa membuat kita lebih baik lagi.
Kisah Nabi Ayub: Keteguhan Iman dalam Derita
Selanjutnya, kita belajar dari kisah Nabi Ayub, seorang hamba Allah yang sangat sabar dan taat. Nabi Ayub adalah orang yang kaya dan diberkati dengan keluarga yang bahagia. Namun, dalam sekejap, Ayub kehilangan semua hartanya, anak-anaknya meninggal, dan tubuhnya menderita penyakit yang sangat parah. Tetapi meskipun diuji sedemikian berat, Ayub tidak pernah sedikit pun mengeluh atau meragukan Tuhan. Ayub tetap teguh dalam imannya, bahkan ketika istrinya menyarankan untuk berputus asa, Ayub menolak dan tetap memuji Allah.
Nabi Ayub adalah contoh bagi kita semua bahwa seberat apa pun penderitaan yang kita alami, kita harus tetap teguh dan berserah kepada Tuhan. Jangan biarkan masalah-masalah dunia membuat kita berpaling dari Tuhan. Sebaliknya, biarlah penderitaan kita menjadi jalan untuk semakin dekat kepada-Nya.
Renungan: Jangan Lupakan Tujuan Hidup yang Sebenarnya
Saudara-saudara, sering kali kita sibuk mengejar hal-hal duniawi: uang, jabatan, popularitas, dan kesenangan sementara. Namun, kita harus ingat bahwa semua itu tidak akan kita bawa saat kita meninggalkan dunia ini. Ingatlah bahwa kita hanyalah seorang musafir di dunia ini, sedang dalam perjalanan menuju kehidupan yang kekal di akhirat. Apa yang sebenarnya kita cari di dunia ini? Kebahagiaan yang sementara atau kebahagiaan yang abadi?
Janganlah kita tertipu oleh gemerlap dunia yang sesaat. Jangan biarkan harta dan kesenangan membuat kita lupa akan Tuhan dan kehidupan yang sebenarnya kita tuju. Hidup kita sangat singkat, seperti kilatan cahaya yang cepat berlalu. Hari ini kita muda, esok kita tua, dan suatu saat kita semua akan kembali kepada Tuhan. Apa yang kita siapkan untuk hari itu?
Kesimpulan: Siapkan Bekal untuk Hari Kemudian
Saudara-saudara, mari kita jadikan kehidupan ini sebagai ladang untuk menanam kebaikan. Jangan biarkan kebanggaan, kesombongan, dan keangkuhan merusak hati kita. Ingatlah bahwa kita berasal dari tanah yang hina dan akan kembali menjadi tanah. Maka, jangan berbesar hati karena harta, jabatan, atau kekuatan fisik. Semua itu hanyalah titipan Tuhan yang sewaktu-waktu bisa diambil kembali.
Persiapkanlah diri kita dengan amal dan ibadah, perbanyaklah berbuat baik kepada sesama, dan jauhilah segala yang tidak diridhoi Tuhan. Mari kita jaga iman kita, tetap rendah hati, dan selalu bersyukur dalam segala situasi. Semoga Tuhan senantiasa memberikan kita kekuatan untuk menjalani hidup ini dengan penuh makna dan menjadikan kita pribadi yang lebih baik setiap harinya.
Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Posting Komentar