POLA-POLA EMOSI YANG UMUM PADA ANAK

Daftar Isi

 



Beberapa bulan setelah dilahirkan, pola-pola emosi yang umum pada anak dan mulai terbentuk adalah:


Takut


Takut merupakan suatu reaksi perlindungan bagi bayi dan anak-anak.


Dengan bertambah besar dan berkembangnya anak, objek-objek yang dapat menimbulkan ketakutan makin bertambah banyak dan kuat. Padabumumnya takut merupakan hasil dari proses belajar, takut yang bersifata alamiah adalah takut karena suara yang keras dan mengejutkan. Takut merupakan proses belajar yang dapat terjadi melalui proses imitasi (misalnya takut terhadap guntur), melalui kondisioning (misalnya takut kepada dokter), atau mungkin melalui pengalaman yang menakutkan (misalnya takut kepada tokoh-tokoh dalam film yang menakutkan).


Hal-hal yang biasanya menimbulkan takut pada bayi antara lain: suara keras, kesendirian, rasa sakit, orang asing, dan sebagainya. Takut yang bersifat spesifik mencapai puncaknya pada usia 2 sampai 6 tahun, anak-anak merasa takut pada banyak hal. Kenyataan ini berhubungan dengan meningkatnya kemampuan anak untuk mengenal bahaya namun belum disertai dengan pengalaman yang memadai untuk menilainya secara kritis.


Pada anak-anak yang lebih besar, takut berhubung ngaj dengan hal-hal  yang dibayangkan yang dihubungkan dengan kegelapan, toko-tokoh yang dilihat dari komik, YouTube, tiktok atau televisi. Pada anak-anak yang lebih besar lagi, takut berhubungan dengan diri atau status anak, takut akan kegagalan, takut diejek, atau takut tidak sama dengan orang lain.


Takut pada anak-anak dipengaruhi oleh faktor-faktor inteligensi, status sosial, ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik, kontak sosial, posisi dalam urutan keluarga, dan juga kepribadian anak tersebut.


Karakteristik penting pada rasa takut adalah stimulus yang muncul secara tiba-tiba dan tidak terduga, sehingga anak mempunyai kesempatan yang sangat sedikit untuk menyesuaikan diri dengan stimulus tadi.


Respon yang umum dijumpai pada anak-anak dalam menghadapi stimulus yang menimbulkan takut adalah ketidakberdayaan, dengan demikian anak akan berusaha untuk memperoleh pertolongan dari orang lain. Dengan bertambah besarnya anak, maka respon terhadap stimulus yang menimbulkan takut pun berubah sesuai dengan tuntutan masyarakat. Gejala yang bisa dijumpai adalah ekspresi wajah, atau gerakan menjauh dari objek yang menakutkan tersebut. Dalam batas batas normal, takut berfungsi sebagai isyarat adanya bahaya di samping berfungsi juga sebagai alat komunikasi.


Malu (Shyness)


Malu merupakan bentuk takut yang ditandai dengan gejala menarik diri dari kontak atau pergaulan dengan orang lain. Malu selalu ditimbulkan oleh manusia lain yang tidak dikenal, lebih besar, lebih berkuasa, atau bila anak tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam menghadapinya. Malu merupakan respon yang universal pada bayi sampai dengan usia 6 bulan terutama pada orang yang asing baginya. Sesudah usia 6 bulan, dengan berkembangnya anak, maka reaksi malu menjadi berkurang dan berlangsung lebih singkat karena lebih mampu untuk mengenal orang-orang di sekelilingnya.


Respon yang biasanya muncul akibat malu adalah memalingkan muka, menangis, berpegang pada orang yang dikenal untuk memohon perlindungan. Ketika anak bertambah besar, maka respon itu berubah menjadi kegiatan menjauhi objek yang menimbulkan malu. Pada anak anak yang lebih besar, terlihat gejala muka marah, nervous, gagap, dan sebagainya.


Malu (Embarassment)


Seperti pada shyness, embarassment merupakan reaksi takut kepada orang karena ketidakpastian penilaian orang terhadap anak atau terhadap tingkah laku anak. Embarassment biasanya muncul pada usia lima sampai enam tahun sesuai dengan perkembangan pengetahuan anak mengenai tuntutan masyarakat dan cara memenuhi tuntutan tersebut. Dengan bertambah besarnya anak, embarassment meningkat sebagai akibat ingatan anak mengenai tingkah lakunya yang tidak memenuhi tuntutan masyarakat. Respon yang biasanya muncul akibat embarassment adalah berbicara untuk menjelaskan dan mempertanggungjawabkan tingkah lakunya.


Embarassment seperti juga shyness mempengaruhi konsep diri anak dan mempengaruhi penyesuaian diri dan penyesuaian sosial anak. Bila anak sering mengalami shyness dan embarassment maka anak akan menunjukkan kecenderungan untuk merasa rendah diri dan merasa ditolak oleh lingkungan sosialnya.


Kekhawatiran


Kekhawatiran adalah takut yang dibayangkan, tidak riil, merupakan hasil pemikiran anak. Kekhawatiran biasanya mulai muncul pada waktu anak berusia tiga tahun. Pada usia ini anak telah mempunyai kemampuan intelektual untuk membayangkan hal-hal yang dapat menimbulkan kekhawatiran. Kekhawatiran sebagian besar bersumber dari media massa, dari peringatan orang tua, atau dari pembicaraan dengan teman temannya.


Kekhawatiran yang biasanya dijumpai pada anak-anak berkisar pada masalah-masalah keluarga, rumah tangga, hubungan dengan teman seusia atau kehidupan sekolah. Respon terhadap kekhawatiran sangat bervariasi sesuai dengan pola kepribadian anak yang bersangkutan. Anak yang merasa rendah diri cenderung menyimpan kekhawatirannya, sedangkan anak yang mampu menyesuaikan diri dengan baik menunjukkan kecenderungan untuk membicarakan kekhawatirannya. Secara umum kekhawatiran terungkap melalui ekspresi wajah anak.


Kekhawatiran berpengaruh terhadap keseimbangan tubuh dan kesehatan pertumbuhan anak. Pengaruh tersebut terasa, akibatnya pada keterampilan motorik, efisiensi mental, dan penyesuaian sosial. Kekhawatiran berguna bagi individu sebagai sumber motivasi untuk mengadakan kegiatan.


Kecemasan (Anxiety)


Jersild mendefinisikan kecemasan sebagai 'keadaan pikiran yang tidak menyenangkan sehubungan dengan sakit yang mencekam atau sakit yang diantisipasikan'. Kecemasan ini biasanya disertai dengan perasaan tidak berdaya. Kecemasan ini mungkin digeneralisasikan dan menyebar menjadi kecemasan yang 'mengembang' (free floating). Kecemasan ini berbeda dengan takut (yang bersumber pada situasi nyata) karena kecemasan bersumber dari situasi yang diantisipasikan, bersifat imajiner. Kecemasan berbeda dengan kekhawatiran dalam dua hal:


Kecemasan merupakan keadaan emosional yang digeneralisasikan, sedangkan kekhawatiran merupakan keadaan emosional spesifik. Kecemasan merupakan masalah yang subjektif, sedangkan kekhawatiran merupakan masalah yang objektif.


Munculnya kecemasan sangat dipengaruhi oleh kemampuan anak untuk membayangkan sesuatu yang sebenarnya tidak hadir. Biasanya dijumpai pada awal masa sekolah dan terus berkembang dengan bertambahnya usia anak, dan terus meningkat sampai masa remaja.


Kecemasan mungkin muncul sebagai akibat kekhawatiran yang mendalam yang sering dialami anak, di samping itu mungkin juga muncul karena ditulari oleh orang lain.


Respon yang umum terlihat sebagai akibat kecemasan adalah perasaan tertekan, gelisah, mudah tersinggung, suasana hati berubah-ubah, mudah marah, sangat peka, dan sebagainya.


Marah


Reaksi marah merupakan hal yang lebih banyak dijumpai dibandingkan dengan takut. Cara mengungkapkan marah ini berbeda-beda tergantung dari intensitas, frekuensi, dan kemampuan anak untuk mengendalikannya. Hal-hal yang menimbulkan marah tergantung taraf usia anak.


Bayi biasanya marah bila merasa tidak enak, kegiatan fisiknya terhambat kebutuhannya tidak terpenuhi dan sebagainya.


Pada anak prasekolah, marah biasa muncul jika hak miliknya dilanggar, disuruh melakukan hal yang tidak disukai, dan sebagainya. Pada anak yang lebih besar, marah muncul jika kegiatannya dilarang, disepelekan diejek, diabaikan, dibandingkan dengan anak lain, dan sebagainya.


Respon marah dibedakan menjadi:


Respon yang impulsif biasa disebut agresif, yang diarahkan pada orang, binatang, atau benda baik secara verbal maupun fisik. Biasanya dijumpai respon temper-tantrum, menendang, memukul, menggigit, menjambak, dan sesudah usia ini anak menunjukkan reaksi verbal. Respon impulsif dapat diarahkan pada orang lain (ekstrapunitif) atau diarahkan pada dirinya sendiri (intrapunitif).


Respon yang terhambat yaitu respon yang ditahan atau yang dikendalikan. Anak mungkin menjadi apatis, menarik diri. Respon seperti ini mungkin bersifat impulnitif atau masa bodoh. Dengan bertambahnya usia anak maka respon marahnya pun makin meningkat karena anak sudah mengalami proses belajar untuk mengungkapkan kemarahannya tanpa menimbulkan penolakan yang terlalu besar baginya.


Iri Hati


Iri hati merupakan respon yang sering terjadi terhadap hilangnya kasih sayang yang menimbulkan sikap menolak orang lain. Secara umum iri hati bersumber pada tiga hal, yaitu:


- Kondisi dalam lingkungan rumah tangga, misalnya favoritisme orang tua,


- Situasi sosial di sekolah,


- Situasi yang menyebabkan anak merasa bahwa ia tidak memiliki benda-benda yang seharusnya dimiliki oleh anak seusianya.


Respon iri hati bervariasi sesuai dengan situasi, secara umum dapat dibedakan menjadi respon langsung seperti menyerang, memukul, dan sebagainya. Respon tak langsungnya antara lain menghisap jari, dan lain-lain. Respon langsung biasanya dijumpai pada anak-anak besar. Respon iri hati mencapai puncaknya pada anak usia 3 dan 11 tahun.


Sedih


Sedih biasanya muncul bila anak kehilangan sesuatu yang dicintai dan merupakan emosi yang tidak menyenangkan. Sedih jarang dijumpai pada anak-anak karena orang-orang dewasa cenderung untuk menghindarkan anak dari pengalaman tersebut, juga karena daya ingat anak terbatas, dan kemungkinan memberikan penggantian atas benda yang hilang. Dengan bertambahnya usia anak, maka pengalaman yang menyedihkan pun cenderung meningkat.


Respon sedih dapat dibedakan menjadi (a) ekspresi yang terlihat (overt) yaitu menangis, dan (b) ekspresi yang terhambat (inhibited) yaitu apatis.


Hasrat Ingin Tahu


Hasrat ingin tahu merupakan keadaan emosi yang menyenangkan yang mendorong anak untuk mengadakan penjelajahan dan mempelajari arti-arti yang baru. Hasrat ingin tahu seorang anak meliputi hal yang berhubungan dengan dirinya sendiri, alat-alat mekanik, misteri hidup. dan perubahan-perubahan yang terjadi secara tiba-tiba. Keurutan ingin tahu anak meningkat sesuai dengan ruang geraknya, mula-mula terbatas pada dirinya dan hal yang ada di sekeliling dirinya, namun sesudah dia mampu pindah tempat, maka jangkauan yang dijelajahinya pun makin meluas. Dengan bertambahnya usia anak, pengolahan informasi yang diperolah anak akan menentukan arti-arti tersebut secara lebih intensif.


Respon ingin tahu pada bayi terlihat dalam bentuk membuka mulut, mengerutkan kening, menjulurkan lidah, dan sebagainya. Pada usia 6 bulan, bayi menunjukkan tingkah laku meraih benda yang menarik perhatiannya, merentangkan tubuhnya mendekati benda. Ketika anak bertambah besar, anak mulai mengadakan penjelajahan langsung dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Usia bertanya ini dimulai pada usia 3 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 6 tahun. 


Kesukaan, Kesanggupan, Kegembiraan (Joy, Pleasure, Delight) 


Kesukaan merupakan emosi yang menyenangkan, dalam bentuk yang lebih lunak dikenal sebagai kesenangan, kegembiraan, atau kebahagiaan Pada bayi, hal ini dirasakan bila mereka merasa semua kebutuhannya terpenuhi, terlihat melalui suara-suara dan gerakan-gerakan yang mengungkapkan perasaan tersebut. Pada anak pra-sekolah, hal tersebut ditimbulkan oleh kesenangan, kepuasan, dan terlihat melalui senyum atau tawa anak tersebut. Hal yang sama dijumpai pada anak yang lebih besar.


Respon kesukaan ini sangat bervariasi mulai dari ketenangan sampai tindakan yang meluap-luap tidak terkendali. Dengan bertambahnya usia pada anak, respon kesukaannya mengalami perubahan sesuai dengan pola yang dapat diterima oleh kelompok sosial.


Kasih Sayang


Kasih sayang merupakan ungkapan perhatian yang hangat, bersahabat, simpati, dan kesediaan untuk menolong, dapat berbentuk tindakan fisik maupun bersifat verbal. Cara mengungkapkan yang khusus diperoleh melalui proses belajar, sehingga cara mengungkapkan kasih sayang pada orang yang berbeda akan berbeda juga. Di rumah, anak nenunjukkan kasih sayang pada orang tua dan saudara-saudaranya, sedangkan di luar rumah, anak menunjukkan kasih sayang pada guru, teman sebayanya, dan orang-orang dewasa yang menyukainya.


Respon kasih sayang berbeda-beda sesuai dengan usia anak. Bayi di bawah 5 bulan menunjukkan respon tersebut dengan memandang wajah, melambaikan tangan, dan meraih. Pada usia setahun, anak menunjukkan cara mencium, memeluk, membelai, dan sebagainya. Dengan bertambahnya usia, kontak fisik cenderung menurun dan anak mengharapkan pernyataan kasih sayang dalam bentuk bantuan, atau bila anak itu makin besar melalui pernyataan-pernyataan verbal. Ketika anak sudah masuk sekolah, dia akan merasa malu jika kasih sayang diungkapkan seperti anak kecil.


Sumber referensi: Buku Psikologi Anak Luar Biasa, Drs.Hj. T. Sutjihati Somantri, M.Si., Psi, Penerbit PT.Regika Aditama, Bandung, 2006








Posting Komentar