PERBEDAAN MEDIA BARU DENGAN MEDIA KONVENSIONAL

Daftar Isi

 

Mcquail dalam Andriadi (2016: 79) juga memaparkan beberapa cirri yang membedakan media baru dengan media konvensional, yaitu :

1.      Bersifat Desentralisasi.

Pengadaan dan pemilihan berita tidak lagi sepenuhnya ada di tangan pemasok komunikasi. Posisi dari penyedia layanan hanya untuk menyediakan wadah, sementara untuk pengadaan informasi berada ditangan pengguna.

2.      Memiliki Kemampuan tinggi.

Penghantaran infomasi yang berlangsung melalui kabel dan satelit menghindarkan gangguan ataupun hambatan komunikasi yang disebabkan oleh pemancar lainnya. Gangguan komunikasi sering kita temukan pada Media sebelumnya, dimana hambatan dapat berakibat terhentinya komunikasi.

3.      Melahirkan komunikasi timbal balik (inter-activity).

Penerima dapat memilij, menjawab kembali, menukar informasi dan dihubungkan dengan penerima lainnya secara langsung.

4.      Memiliki kelenturan (fleksibilitas) bentuk, isi dan penggunaan.

 

Ward dan Smith dalam Umaimah (2016 : 81) mengungkapkan lima karakter yang membedakan media baru dengan media lama atau tradisional pada umumnya. Antara lain:

1.      Packet Switcing

Paket Switcing memberikan cara yang berbeda dalam menyampaikan sebuah pesan. Dengan Packet Switching yang dimiliki internet, data berupa teks, gambar, dan suara dapat dikirim secara bersamaan tanpa berkurang sedikitpun.

2.      Multimedia

Pesan yang dikirimkan melalui media internet dapat dikemas dalam berbagai bentuk, baik suara, gambar, maupun video. Semuanya dapat disajikan secara bersamaan dan melalui beberapa channel.

3.      Interaktif

Tidak semua media konvensional bersifat interaktif, di mana komuniator dan komunikan bias saling berhubungan secara real time seperti sedang bertatap muka secara langsung. Dalam konteks media baru sebagai sumber informasi informasi, pengguna dapat menjadi produce dan consumer dalam waktu yang bersamaan. Pada saat mengonsumsi sebuah berita, pengguna pun dapat memproduksi sebuah berita, baik di halaman yang sama maupun berbeda. Dari hal tersebut muncul istilah procumer (produces dan consumer).

4.      Synchronicity

Pertukaran pesan yang dilakukan media internet tidak terbatas pada ruang dan waktu , semua bias dilakukan kapan saja dan dimana saja. Terdapat dua tipe komunikasi online, yaitu synchronus communication, dua atau lebih pengguna yang saling berinteraksi dapat berinteraksi secara bersamaan. Sedangkan tipe Asynchromous communication tidak mampu menghubungkan pengguna yang satu dengan yang lainnya dalam waktu bersamaan. Asynchronous communication sangat bergantung pada ruang dan waktu. Pada tipe ini tidak akan terjadi pertukaran pesan secara bersamaan dan real time karena terjadi perbedaan waktu antara pengguna yang satu dan yang lainnya.

5.      Hypertextuality

Media internet menyajikan sesuatu yang berbeda dengan media lama atau tradisional, baik cara mengonsumsi maupun cara memproduksinya. Proses produksi sebuah pesan pada media lama atau tradisional harus mengikuti aturan-aturan pada umumnya. Bila pesan berupa teks, cara penulisannya pun harus berurutan dan mengikuti aturan penulisan yang baku. Namun, jika pesan tersebut berupa halaman-halaman kertas, cara mengonsumsi serta memproduksinya pun harus berurutan dan sesuai dengan urutan halaman yang ada.

 

Media sosial merupakan salah satu ruang publik yang menjadi primadona saat ini. Hampir setiap individu dari berbagai lapisan masyarakat memiliki akun media sosial untuk berinteraksi dengan individu lainnya yang berakibat pada lahirnya ruang publik baru. Ruang publik baru ini nantinya akan menjadi ajang bagi setiap individu untuk saling mencurahkan opini-opini maupun kritiknya tanpa adanya batasan.

            Perkembangan media sosial yang menyentuh hampir setiap lapisan masyarakat membuat posisi media sosial menjadi sentral dalam kehidupan politik masyarakat. Para pelaku-pelaku politik menjadikan media sosial sebagai ajang untuk membentuk opini publik dan berusaha menggiring publik untuk mewujudkan keinginan politiknya. Arifin Anwar dalam Dewi (2014) menegaskan bahwa abad ke 21 merupakan era dimana pemanfaatan media sosial dirasakan lebih efektif dari penggunaan media-media lain. Dimana penggunaan internet yang didalamnya terdapat media sosial dapat menciptakan situasi dimana seseorang dapat mengetahui segala kejadian yang ada di suatu daerah tanpa harus berada didaerah tersebut.

            Sebagai salah satu agenda politik, kampanye merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Pada umumnya kampanye yang dilakukan oleh pelaku-pelaku poolitik di Indonesia dilakukan dengan cara mendatangi masyarakat secara langsung, brosur, baliho, media cetak, dan televisi. Perlahan pola kampanye tradisional tersebut mulai ditinggalkan karena dirasa sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang ada, dimana kampanye melalui media sosial menjadi alternatif terbaik.


Daftar Pustaka:

Andriadi, Fayakhun. 2016. Demokrasi Ditangan Netizen: Tantangan dan Prospek Demokrasi Digital. Jakarta : Graha Pena

Posting Komentar