PERLAKUAN AKUNTANSI OLEH PENYEWA GUNA USAHA (LESSEE)
Daftar Isi
Perlakuan akuntansi oleh penyewa guna usaha (Lessee) dibedakan menjadi dua :
1. Berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi komersial
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2004) perlakuan
akuntansi oleh lessee atas transaksi capital lease adalah sebagai
berikut :
a. Transaksi sewa guna usaha diperlakukan dan dicatat
sebagai aktiva tetap dan kewajiban pada awal masa sewa guna usaha sebesar nilai
tunai dari seluruh pembayaran sewa guna usaha ditambah nilai sisa (harga opsi)
yang harus dibayar oleh penyewa guna usaha pada akhir masa sewa guna usaha.
Selama masa sewa guna usaha setiap pembayaran sewa guna usaha dialokasikan dan
dicatat sebagai angsuran pokok kewajiban sewa guna usaha dan beban bunga
berdasarkan tingkat bunga yang diperhitungkan terhadap sisa kewajiban penyewa
guna usaha.
b. Tingkat diskonto yang
digunakan untuk menentukan nilai
tunai dari pembayaran sewa guna usaha adalah tingkat bunga yang dibebankan oleh
perusahaan sewa guna usaha atau tingkat bunga yang berlaku pada awal masa sewa
guna usaha.
c. Aktiva yang disewagunausahakan harus diamortisasi dalam
jumlah yang wajar berdasarkan taksiran masa manfaatnya.
d. Kalau aktiva yang disewagunausahakan dibeli sebelum
berakhirnya masa sewa guna usaha, maka perbedaan antara pembayaran yang
dilakukan dengan sisa kewajiban dibebankan atau dikreditkan pada tahun
berjalan.
e. Kewajiban sewa guna usaha harus disajikan sebagai
kewajiban lancar dan jangka panjang sesuai dengan praktik yang lazim untuk
jenis usaha penyewa guna usaha.
f. Dalam hal dilakukan penjualan dan penyewaan kembali (sales
and lease back) maka transaksi tersebut harus diperlakukan sebagai dua
transaksi yang terpisah yaitu transaksi penjualan dan transaksi sewa guna
usaha. Selisih antara harga jual dan nilai buku aktiva yang dijual harus diakui
dan dicatat sebagai keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan. Amortisasi atas
keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan harus dilakukan secara proporsional
dengan biaya amortisasi aktiva yang disewagunausahakan apabila leaseback
merupakan capital lease atau secara proporsional dengan biaya sewa
apabila leaseback merupakan operating lease.
2. Berdasarkan ketentuan perpajakan
a. Pajak Penghasilan
Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991
tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi, pada pasal
16 :
i. Perlakuan pajak penghasilan bagi lessee adalah
sebagai berikut :
1. Selama masa sewa guna usaha, lessee tidak boleh
melakukan penyusutan atas barang modal yang disewagunausaha, sampai saat lessee
menggunakan opsi untuk membeli.
2. Setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli
barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutan
adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan.
3. Pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau terutang
oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa guna
usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam pasal 3 keputusan ini.
ii. Lessee tidak
memotong PPh pasal 23 atas pembayaran sewa guna usaha yang dibayar atau
terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi.
b.
Pajak
Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai
adalah pajak yang dikenakan atas bertambahnya nilai barang dan jasa yang
dihasilkan atau diserahkan oleh Pengusaha Kena Pajak baik pengusaha yang
menghasilkan barang kena pajak, mengimpor barang kena pajak, melakukan usaha perdagangan, atau pengusaha
yang melakukan usaha dibidang jasa kena pajak.
Dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi (financial
lease), ada dua jenis penyerahan yaitu penyerahan barang kena pajak dan
penyerahan jasa kena pajak. Dalam Keputusan Menteri Keuangan RI
No.1169/KMK.01/1991 pasal 15 disebutkan bahwa atas penyerahan jasa kena pajak
pada transaksi financial lease, dikecualikan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai. Sedangkan dalam pasal 1 huruf b angka 1 Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai, disebutkan bahwa penyerahan barang kena pajak karena perjanjian leasing
adalah penyerahan yang dikenakan PPN. Yang menjadi soal adalah siapa diantara lessee
dan lessor yang berhak untuk mengkreditkan pajak masukan PPN. Dengan
perkataan lain, nama dan NPWP siapa yang tercantum dalam faktur pajak. Oleh
karena barang modal tersebut digunakan oleh lessee dalam produksi, maka
dialah yang berhak mengkreditkan pajak masukan. Dengan demikian, faktur pajak
barang modal adalah atas nama dan NPWP lessee tersebut.
Posting Komentar