HUBUNGAN PRESIDEN DENGAN DPR SETELAH PERUBAHAN UUD 1945
Daftar Isi
Bagaimana hubungan presiden dengan dpr
setelah perubahan uud 1945? Reformasi
konstitusi dalam bentuk amandemen ataupun perubahan UUD 1945 ini dilakukan oleh
karena UUD 1945 mengandung kelemahan krusial, misalnya tidak memberikan
atribusi kewenangan yang jelas, dan tegas kepada lembaga tinggi negara, memuat
pasal-pasal ambigu, dan bersifat executive heavy.
Setelah
diadakannya amandemen terhadap UUD 1945, produk perubahan itu ternyata telah
mereduksi hal-ihwal yang berkaitan dengan kekuasaan Presiden dan sebaliknya
meningkatkan kekuasaan Dewan Perwakilan Rakyat di sisi lain. Dengan
kalimat berbeda implikasi
perubahan tersebut mengakibatkan berkurangnya kekuasaan Presiden (weak
president). Sebaliknya yang terjadi dengan DPR justru semakin mengkuatkan
kedudukannya setelah dilakukan perubahan konstitusi tersebut.
Adapun
adanya perubahan hubungan Presiden dengan DPR menurut UUD 1945 setelah
perubahan dapat kita lihat, sebagai berikut: Perihal kekuasaan legislatif.
Presiden tidak lagi memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang (UU), menurut
Pasal 5 perubahan UUD 1945 menyebutkan Presiden berhak mengajukan rancangan
Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Selanjutnya dalam Pasal 20 ayat (1)
ditegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang. Presiden hanya berhak mengajukan rancangan Undang-Undang (RUU),
sedangkan DPR lah yang memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Dengan
demikian kekuasaan utama membuat undang-undang yang semula ada di tangan
Presiden beralih kepada kekuasaan legislatif yang sesungguhnya yaitu DPR.
Dalam
soal pemberian grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi, Presiden tidak lagi
berwenang penuh. Menurut Pasal 14 perubahan UUD 1945, untuk memberikan grasi
dan rehabilitasi, Presiden memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
Untuk memberikan amnesti dan abolisi, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR.
Selanjutnya
Pasal 11 ayat (2) yang tidak ada dalam naskah asli UUD 1945, juga mempertegas
bahwa Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainya yang menmbulkan
akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan negara dan atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-Undang
harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sedang ketentuan lebih lanjut
tentang perjanjian internasional diatur dengan Undang-Undang Pasal 11 ayat (3),
ini tentunya melibatkan peran DPR juga. Demikian pula dalam pengangkatan dan
penerimaan duta, sekarang Presiden harus terlebih dahulu memperhatikan
pertimbangan DPR. Adapun untuk penerimaan duta yang harus memperhatikan DPR
banyak mendapat kritik oleh beberapa kalangan karena dinilai terlalu
berlebihan.
Hubungan
Presiden dengan DPR juga dipertegas dalam Pasal 7C perubahan UUD 1945 bahwa
Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR. Namun lain halnya
dengan Presiden, pada Pasal 7A diterangkan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden dapat diberhentikan pada masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR. Hal
demikian apabila Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa
penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela maupu apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagi Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
Adapun
beberapa hak mutlak Presiden yang tercantum dalam konstitusi, berdasarkan
ketentuan yang baru implementasi kekuasaan prerogratif itu dikaitkan dengan
peran dan fungsi DPR. Ada yang ditentukan harus disetujui DPR, ada yang harus mendapat
pertimbambangan oleh DPR,
atau adapula pelaksanaannya ditentukan harus diatur
terlebih dahulu dengan Undang-Undang yang tentunya melibatkan peran DPR.
Sedangkan
agenda pemerintah yang membutuhkan DPR sebagai lembaga yang memberikan
persetujuaan dan pertimbangan itu, antara lain (i) Presiden dalam membuat
perjanjian internasional yang berakibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat
( Pasal 11 ayat 2), (ii) peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Pasal 22
ayat 2), (iii) pengankatan duta (Pasal 13 ayat 2), (iv) penerimaan penempatan
duta negara lain (Pasal 13 ayat 3) (v) pemberian amnesti dan abolisi (Pasal 14
ayat 2) (vi) pengangkatan dan pemberhetian Kapolri (Ketetapan MPR No.
IV/MPR/2000), (vii) Pengankatan dan Pemberhentian Panglima TNI (Ketetapan MPR No.
IV/MPR/2000).
Disamping
itu untuk melaksanakan peran dan tugasnya, perubahan UUD 1945 juga memberikan
DPR berbagai fungsi, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan yang tercantum pada Pasal 20A ayat (1). Sedangkan untuk melaksanakan
fungsinya dalam Pasal 20A ayat (2) DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket,
dan hak menyatakan pendapat. Selain itu ayat (3) dalam pasal yang sama
menyebabkan setiap anggota DPR mempunyai hak mcngajukan pertanyaan, meyampaikan
usul dan pendapat serta hak imunitas.
Dengan
berbagai hak yang dimiliki DPR jelaslah bahwa secara legal formal Perubahan UUD
1945 telah memberikan kedudukan kuat kepada DPR untuk selalu melakukan
pengawasan kepada Presiden. Penyimpangan kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah akan selalu terkontrol dengan mempertanyakan melalui hak iterpelasi
misalnya dan lain sebagainya.
Dengan
demikian Perubahan UUD 1945 ini telah menjadikan DPR kuat dan sejajar dengan
segala kewenagannya untuk berhadapan dengan Presiden. Hal demikian wajar karena
tugas DPR sebagi lembaga perwakilan menjadi alat kontrol bagi Presiden sebagi
penggerak roda pemerintahan. Kekuasaan yang dimiliki DPR telah dicantumkan
dalam UUD 1945 yang merupakan the suprime law of the land. Artinya, apa yang
dilakukan oleh DPR telah mempunyai legitimasi konstitusional. Hal ini
seharusnya menjadikan DPR lebih berani dalam melaksanakan apa yang menjadi
tugasnya. Besarnya kekuasaan DPR hendaknya dipahami sebagi upaya untuk
mewujudkan checks and balances serta menciptakan pemeritahan yang bersih.
Tapi
harus di ingat pada sejarah supremasi di tangan eksekutif yang tanpa pengawasan
telah menghasilkan pemeritah yang sentralis dan otoriter. Hal ini hendaknya
menjadi dasar pemahaman bahwa memberi kekuasaan atau memberi supremasi kepada
DPR tampa adanya pengawasan hanya akan mengulang sejarah masa lalu yang buruk.
Posting Komentar