FUNGSI PENYIDIKAN
Daftar Isi
Fungsi penyidikan sebagaimana tugas dan tujuan dari hukum
acara pidana ialah mencari dan menemukan kebenaran materiil yaitu kebenaran
menurut fakta yang sebenarnya. Abdul Mun’in Idris dan Agung Legowo
Tjiptomartono mengemukakan mengenai fugsi penyidikan sebagai berikut : “Fungsi
penyidikan adalah merupakan fungsi teknis reserse kepolisian yang mempunyai
tujuan membuat suatu perkara menjadi jelas, yaitu dengan mencari dan menemukan
kebenaran materiil yang selengkap-lengkapnya mengenai suatu perbuatan pidana
atau tindak pidana yang terjadi.”
Sedangkan R.Soesilo menyamakan fungsi penyidikan dengan
tugas penyidikan sebagai berikut : “Sejalan dengan tugas Hukum Acara Pidana
maka tugas penyidikan perkara adalah mencari kebenaran materiil yaitu kebenaran
menurut fakta yang sebenar-benarnya”
Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi
penyidikan adalah untuk mencari dan mengumpulkan fakta dan bukti
sebanyak-banyaknya untuk mencapai suatu kebenaran materiil yang diharapkan dan
untuk meyakinkan bahwa suatu tindak pidana tertentu telah dilakukan.
Mengenai arti kebenaran materiil yang ingin dicapai dalam
pemeriksaan perkara pidana, dalam Pedoman Kerja Reserse Kriminil diberikan penjelasan sebagai berikut
“Kebenaran materiil ini bukan berarti kebenaran mutlak, karena segala apa yang
telah terjadi (apabila jangka waktunya telah lama), maka tidak mungkin
kebenaran itu dapat dibuktikan dengan selengkap-lengkapnya. Tetapi yang
diartikan disini ialah kenyataan yang sebenar-benarnya.”
Tujuan pertama-tama dalam rangka penyidikan adalah
mengumpulkan sebanyak mungkin keterangan, hal ikhwal, bukti dan fakta-fakta
yang benar mengenai peristiwa yang terjadi. Berdasarkan atas fakta ini kemudian
dicoba membuat gambaran kembali apa yang terjadi. Fakta-fakta yang masih kurang
dicari untuk dilengkapi sehingga gambaran peristiwa yang telah terjadi tersebut
akhirnya menjadi lengkap.
Pejabat Penyidik,
Tugas dan Kewenangannya
Mengenai pejabat yang
berwenang melakukan tindakan penyidikan, Pasal 1 butir 1 KUHAP menyatakan bahwa
: “Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan”, hal ini disebutkan lebih lanjut pada pasal 6 ayat
(1) KUHAP yang juga menentukan bahwa penyidik adalah :
a. pejabat polisi negara Republik Indonesia ;
b. pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
Kemudian dalam ayat (2)
pasal tersebut ditentukan mengenai syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud
dalam ayat 1 akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Dalam
Peraturan Pemerintah RI No. 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana, pada bab II pasal 2 ditentukan syarat
kepangkatan Penyidik adalah sebagai berikut :
(1) Penyidik adalah :
a.
Pejabat
Polisi Negara RI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan
Dua Polisi;
Sekarang dengan
berdasarkan Surat Keputusan No. Pol. : Skep/ 82 / VI/ 2000 tentang Penetapan
Berlakunya Kembali Penggunaan Pakaian Dinas Harian di Lingkungan POLRI pangkat
ini berubah menjadi Inspektur Polisi II (AIPDA Pol.).
b.
Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda
Tingkat I (Golongan II/b) atau yang disamakan dengan itu.
(2) Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat
penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Sektor
Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena
jabatannya adalah penyidik.
Kepangkatan ini sekarang berubah menjadi Inspektur Polisi II.
Mengenai tugas penyidik, hal ini
terkait dengan pengertian penyidikan sebagaimana yang ditentukan secara yuridis
dalam undang-undang. Berdasarkan pengertian secara yuridis maka tugas seorang
penyidik yaitu mencari serta mengumpulkan bukti atas suatu peristiwa yang telah
ternyata sebagai tindak pidana, untuk membuat terang tindak pidana tersebut dan
guna menemukan pelakunya.
Mengenai wewenang penyidik dalam
melaksanakan tugasnya, hal ini mendapat pengaturan baik dalam KUHAP maupun
dalam Undang-undang Tahun 2002 Nomor 2 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Dalam pasal 7 ayat (1) KUHAP ditentukan mengenai wewenang penyidik,
dimana disebutkan bahwa karena kewajibannya penyidik mempunyai wewenang :
- menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
- melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
- menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
- melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
- melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
- mengambil sidik jari dan memotret seorang;
- memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
- mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
- mengadakan penghentian penyidikan;
- mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Pada
pasal 16 ayat (1) Undang-undang Tahun 2002 Nomor 2 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, disebutkan bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugasnya di
bidang penegakan hukum pidana, Kepolisian Negara RI mempunyai wewenang untuk :
a.
melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan,
b.
melarang
setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan
penyidikan ;
c.
membawa
dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan ;
d.
menyuruh
berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal
diri ;
e.
melakukan
pemeriksaan dan penyitaan surat ;
f.
memanggil
orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
g.
mendatangkan
orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ;
h.
mengadakan
penghentian penyidikan ;
i.
menyerahkan
berkas perkara kepada penuntut umum ;
j.
mengajukan
permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat
pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak ;
k.
atau
mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak
pidana ;
l.
memberi
petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta
menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada
penuntut umum ; dan
m.
mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Tindakan lain yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud
diatas (pada huruf m), lebih lanjut dijelaskan pada pasal 16 ayat (2) yang
menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan
yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
tidak
bertentangan dengan suatu aturan hukum,
b.
selaras dengan kewajiban hukum yang
mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c.
harus
patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d.
pertimbangan
yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan
e.
menghormati
hak asasi manusia.
Mulai
dilakukannya penyidikan suatu perkara yang merupakan tindak pidana oleh
penyidik diberitahukan kepada penuntut umum dengan diserahkannya Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sesuai dengan Ps. 109 ayat (1)
KUHAP. Setelah bukti-bukti terkumpul dan yang diduga sebagai tersangkanya telah
ditemukan selanjutnya penyidik menilai dengan cermat, apakah cukup bukti untuk
dilimpahkan kepada penuntut umum atau ternyata bukan merupakan tindak pidana.
Jika penyidik berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana
maka penyidikan dihentikan demi hukum.
Menurut
Pasal 8 ayat (3) bila penyidikan telah selesai maka penyidik menyerahkan berkas
perkara kepada penuntut umum, penyerahan dilakukan dengan dua tahap, yaitu :
a. Tahap pertama penyidik hanya menyerahkan berkas perkara;
b. Tahap kedua, dalam hal penyidikan telah dianggap selesai
penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada
penuntut umum.
Berdasarkan
Pasal 110 ayat (4) KUHAP, penyidikan dianggap selesai jika dalam waktu 14 hari
penuntut umum tidak mengembalikan berkas hasil penyidikan atau apabila sebelum
batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan mengenai hal tersebut
dari penuntut umum kepada penyidik. Setelah penyidikan dianggap selesai, maka
penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada
penuntut umum.
Pemeriksaan
pada tahap penyidikan merupakan tahap awal dari keseluruhan proses pidana.
Tujuan penyidikan adalah untuk memperoleh keputusan dari penuntut umum apakah
telah memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan penuntutan. Proses pidana
merupakan rangkaian tindakan pelaksanaan penegakan hukum terpadu. Antara
penyidikan dan penuntutan terdapat hubungan erat, bahkan berhasil tidaknya
penuntutan di sidang pengadilan tidak terlepas dari hasil penyidikan.
Posting Komentar