PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF POST-POSITIVISME

Daftar Isi


Kali ini kita akan membicarakan tentang paradigma penelitian kualitatif post-positivisme. Sebelum penelitian dilakukan, terlebih dahulu harus ditegaskan mengenai paradigma yang akan dipergunakan hal ini disesuaikan dengan tahapan membuat desain penelitian kualitatif, seperti tercantum dalam point 2 diatas. Menurut paradigma kualitatif, dunia realitas, peristiwa atau situasi tertentu dipandang dengan cara berbeda-beda oleh orang-orang yang berbeda-beda.
Anderson mengemukakan bahwa paradigma adalah : “ Ideologi dan praktik suatu komunitas ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, memiliki seperangkat yang sama untuk menilai aktivitas penelitian, dan menggunakan metode serupa. Sementara itu Nasution menyatakan bahwa paradigma ialah suatu perangkat kepercayaan, nilai-nilai, suatu pandangan tentang dunia sekitar. Paradigma mengarahkan penelitian
 “Apabila situasi ilmu-ilmu eksakta dengan kehadiran teori relativisme menjadi sudah tidak eksak lagi, maka situasi ilmu-ilmu sosial yang menghadapi manusia yang hidup lebih tidak pasti lagi.” (Rakhmat)
Post-Positivisme tidak menerima adanya hanya satu kebenaran,
Rich mengemukakan ”there is no the truth nor a truth-truth is not one thing, -or even a system. It is an increasing complexity.” Kebenaran lebih kompleks daripada yang diduga. Pengalaman manusia begitu kompleks sehingga tidak dapat diikat oleh suatu teori tertentu. Menurut post-positivisme teori harus terbuka, open ended, nondogmatic, grounded in the circumstances of everyday life.”(Rich, 1979 dalam Nasution, 1996:4)
Freire mengatakan bahwa tidak ada pendidikan yang netral, maka tidak ada pula penelitian yang netral. (Freire, 1973, dalam Nasution). Usaha untuk menghasilkan ilmu sosial yang bebas nilai makin ditinggalkan karena tidak  mungkin tercapai dan karena itu bersifat “self deceptive” atau penipuan diri dan digantikan oleh ilmu sosial yang berdasarkan ideologi tertentu. (Hesse, 1980:247, dalam Nasution).
Kenetralan dalam penelitian sosial merupakan problema dan hanya merupakan ilusi. Dalam penelitian sosial tidak ada apa yang disebut ‘objektivitas’. “knowledge is socially conctitud, historically embedded, and valutionally based.” Jadi pengetahuan sangat dipengaruhi oleh faktor sosial, historis dan nilai-nilai. Berdasarkan landasan teori dari paradigma diatas, disini penyusun memang tidak netral, segala dimensi mempengaruhi penelitian, dan hasil penelitian ini pun hanyalah “anggapan pribadi” yang jelas subjektif. Estetika sendiri mempunyai tujuan terhadap rasionalisasi putusan nilai baik dan buruk, naskah teater dibentuk dengan kental oleh faktor sosial dan tentunya juga oleh historis tertentu. Jadi Paradigma Post Positivisme melalui metodologi penelitian kulatatif paling cocok untuk penelitian yang bersifat interpretatif

Posting Komentar