HAMBATAN-HAMBATAN KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Daftar Isi
Berikut ini hambatan-hambatan komunikasi
dalam organisasi :
1. Gangguan
Ada dua jenis
gangguan terhadap jalannya komunikasi yang menurut sifatnya dapat
diklasifikasikan sebagai gangguan mekanik dan gangguan sematik.
a. Gangguan
Mekanik adalah gangguan yang disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan yang
bersifat fisik. Misalnya bunyi kendaraan yang lewat ketika pemimpin sedang
berbicara dalam suatu pertemuan.
b. Gangguan
Sematik adalah bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi
rusak. Gangguan sematik tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa.
Lebih banyak kekacauan mengenai pengertian suatu istilah atau konsep yang
disampaikan komunikator yang diartikan lain oleh komunikan sehingga menimbulkan
salah pengertian.
2. Kepentingan
Interest atau
kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati
suatu pesan. Orang hanya akan memperhatikan prasangka yang ada hubungannya
dengan kepentingannya, karena kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian,
tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku kita
akan merupakan sikap reaktif terhadap segala perangsang yang tidak bersesuaian
atau bertentangan dengan suatu kepentingan.
3. Motivasi
Terpendam
Motivasi akan
mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan keinginan,
kebutuhan dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi
seseorang, maka semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan
baik oleh pihak yang bersangkutan, begitu juga sebaliknya.
4. Prasangka
Prasangka atau
prejudice merupakan salah satu hambatan bagi suatu kegiatan komunikasi. Orang
yang mempunyai prasangka bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak
melancarkan komunikasi sehingga sulit bagi komunikator untuk mempengaruhi
komunikan. Prasangka mengakibatkan komunikan menjadi berfikir tidak rasional
dan berpandangan negatif terhadap komunikasi yang sedang terjadi. (Effendy).
Kelancaran
komunikasi mempengaruhi efisiensi kerja. Cara yang efektif agar proses
komunikasi atasan bawahan dapat berjalan dengan lancar, maka dengan
mempergunakan sistem dialogis. Komunikasi dialogis yaitu komunikasi dua arah
yang bersifat timbal balik “penyampai pesan adalah juga penerima pesan”.
Komunikasi dialogis berfungsi untuk menghindari kecendrungan pemimpin untuk
menafsirkan sendiri setiap pesan atau instruksi yang ia berikan.
“…
dalam dunia kerja kita mengenal komunikasi atasan-bawahan, maksudnya komunikasi
yang terjadi antara pihak atasan dan bawahannya yang dapat berbentuk
penyampaian informasi, pesan, ataupun instruksi.” (Anoraga).
Komunikasi
dialogis memiliki banyak manfaat bagi bawahannya sendiri. Terbukanya kesempatan
bawahan dalam mengemukakan ide-ide, kritikan dan saran yang akan memberikan kepuasan
tersendiri sehingga karyawan tersebut termotivasi dalam bekerja. Kesempatan
bawahan untuk mengemukakan pendapat tentunya akan menjadi masukan dan
memperkaya pemikiran baru bagi pimpinan.
Menurut
Pandji Anoraga, terdapat hambatan-hambatan yang dialami atasan maupun bawahan
dalam proses komunikasi dialogis.
Hambatan-hambatan pada pihak atasan:
a. Kurangnya
kesediaan mendengarkan.
Sikap dan tingkah
laku atasan dalam mendengarkan memainkan peranan penting bagi komunikasi
dialogis yang efektif.
b. Segan
terlibat urusan pribadi.
Para atasan umumnya
segan terlibata dengan persolan bawahan yang bersifat pribadi. Di lain pihak,
bawahan sering sulit memisahkan antara persoalan pribadi dengan persolan
pekerjaan sehingga mereka sukar membicarakan hal tersebut.
c. Prasangka.
Komunikasi dilaogis
membuat bawahan berkesempatan menyalurkan apa yang ia pendam di hati, serta
dapat melepaskan ganjalan emosional dan ketidakpuasan. Atasan berprasangka
dengan adanya komunikasi dialogis akan memperkuat kebiasaan mengeluh dan mengkritik
dari para bawahan. Semestinya dengan keluhan dan kritikan tersebut atasan mudah
menyadari dan mengetahui kegagalan dan kekeliruan yang terjadi.
d. Sikap
bertahan.
Kita semua cenderung
mempertahankan diri dengan komunikasi dialogis, kemungkinan kekeliruan atasan
akan diketahui bawahan menjadi lebih besar. Padahal itu tidak mengurangi
kredibilitas atasan dimata bawahannya. Bahkan bila atasan bersikap terbuka dan
sportif, maka penghargaan bawahannya akan semakin bertambah.
e. Kurang
waktu
Mendengarkan itu memakan
waktu. Banyak atasan yang tenggelam dengan kesibukan kerjanya. Hal demikian
membuat pemimpin sukar sekali menyediakan waktu untuk diskusi. Kesulitan ini
lebih terasa bagi atasan yang berjalan sendiri, memecahkan sendiri
persoalan-persoalan di unit kerjanya, dan tidak kenal sistem diskusi dengan
bawahan.
Hambatan-hambatan
pada pihak bawahan:
a. Keterbatasan
pengetahuan.
Hambatan pengetahuan
sering mempersulit komunikasi dari bawahan ke atasan. Bagi atasan, menyampaikan
gagasan dan pesan buat bawahannya tidak sukar karena ia tentu memahami wawasan
dan cara berfikir serta persoalan-persoalan pada level bawahan yang lebih
banyak menghadapi kesulitan untuk berkomunikasi dengan atasannya, yang tidak ia
ketahui bagaimana lingkungan lingkup kerja, cara berfikir dan
persoalan-persoalnnya.
b. Prasangka
emosional.
Kebanyakan bawahan
punya sikap emosional dan prasangka. Perasaan-perasan mereka sering bercampur
aduk dengan pengamatannya terhadap persoalan-persoalan. Sering kali dalam
mengemukakan pendapatnya, jauh-jauh hari mereka sudah siap bahwa pendapat
tersebut pasti ditolak. Akibatnaya mereka sering ragu-ragu berbicara. Kalau
pendapatnya ditolak, prasangka makin tebal. Tetapi jika pendapatnya diterima
mereka pun terkejut.
c. Perbedaan
wewenang
Komunikasi dari atasan
ke bawahan lebih mudah dibandingkan sebaliknya. Para atasan lebih bebas untuk
memanggil dan berbicara dengan bawahannya kapan saja ia mau. Bawahan umumnya
tidak punya keberanian psikologis sebesar itu.
(Anoraga).
Untuk
mengatasi hambatan-hambatan pada proses komunikasi dialogis antara pemimpin dan
karyawan, maka sorang pemimpin harus dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang
tepat sesuai kondisi perusahaan.
(Sumber
tulisan : Anoraga, Drs. Pandji, 1995. Psikologi
Kepemimpinan. Rineka Cipta, Bandung.
Effendi,.
1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.
Citra Aditya Bakti, Bandung.)