AKIBAT-AKIBAT YANG TIMBUL DARI PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI KAPAL LAUT
Daftar Isi
Dengan adanya
perjanjian pengangkutan barang melalui kapal laut akan menimbulkan hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak, seperti telah diketahui para pihak di dalam
perjanjian pengangkutan itu ialah pihak pengangkut dan pihak pemakai jasa.
Kebiasaan yang
hidup dalam praktek pengangkutan adalah kebiasaan yang berderajat hukum
keperdataan. Undang-undang menganut asas bahwa penundaan keberangkatan harus
dengan persetujuan kedua belah pihak. Kebiasaan menentukan bahwa waktu
keberangkatan sewaktu-waktu dapat berubah tanpa pemberitahuan lebih dahulu.
Jadi apabila terjadi keterlambatan sedangkan barang dalam keadaan selamat tidak
rusak atau hilang, maka merupakan kebiasaan dalam pengangkutan laut dan tidak
ada ganti kerugian (denda), kecuali apabila barang muatan tersebut rusak atau
hilang.
Kewajiban
pengangkut ialah menjaga keselamatan barang yang diangkut sejak saat
penerimaannya sampai saat penyerahannya. Hal ini diatur dalam Pasal 468 KUHD.
Pengangkut juga diwajibkan mengganti kerugian yang disebabkan oleh rusak,
hilangnya barang baik seluruhnya atau sebagian, sehingga pengangkut tidak dapat
menyerahkan barang-barang yang ia angkut. Namun pengangkut dapat membebaskan
dirinya dari kewajiban tersebut asal ia dapat membuktikan bahwa tidak
diserahkannya barang atau adanya kerusakan itu karena terjadinya suatu
peristiwa yang sepatutnya tidak dapat dicegahnya atau dihindarinya atau adanya
keadaan memaksa (overmacht) atau kerusakan tersebut disebabkan karena sifat,
keadaan atau cacat dari barang itu sendiri atau juga karena kesalahan pengirim.
Kewajiban dari
pemakai jasa ialah membayar upah angkutan. Dan ia harus secara jujur memberi
tahu tentang keadaan barang yang akan diangkut kepada pengangkut. Dalam hal ini
pengirim tidak memberi tahukan secara benar kepada pengangkut tentang
barang-barang yang akan diangkut atau karena sifat, keadaan dan cacat yang
terdapat pada barang-barang dan karena itu pengangkut menderita kerugian, maka
pengangkut berhak untuk menuntut penggantian kerugian kepada pihak pemakai jasa
(pengirim). Sebaliknya kalau pihak pemakai jasa menderita kerugian sebagai
akibat pihak pengangkut tidak memenuhi apa yang menjadi isi perjanjian
pengangkutan, maka pihak pemakai jasa dapat menuntut pihak pengangkut yaitu
yang dapat berupa pembatalan perjanjian pengangkutan atau menuntut ganti rugi
atau menuntut pembatalan dan ganti rugi.
Pengaturan
kewajiban dan hak pihak-pihak dalam pengangkutan laut terdapat dalam Bab V A
Buku II KUHD untuk barang dan Bab V B Buku II KUHD untuk penumpang. dua bab ini
berlaku sebagai lex specialis pengangkutan laut, sedangkan Bab I sampai dengan
Bab IV Buku III KUHPerdata berlaku sebagai lex generalis.
Dalam perjanjian
pengangkutan laut, kewajiban pokok pengangkut adalah sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan
pengangkutan barang dari pelabuhan pemuatan sampai di pelabuhan tujuan dengan
selamat;
2. Merawat,
memelihara, menjaga barang yang diangkut dengan sebaik-baiknya;
3. Menyerahkan barang
yang diangkut kepada penerima dengan sebaik-baiknya dalam keadaan lengkap,
utuh, tidak rusak atau tidak terlambat.
Kewajiban pokok
ini diimbangi dengan hak atas biaya pengangkutan yang diterima dari pengirim
atau penerima. Apabila barang yang diangkut itu tidak diserahkan seluruh atau
sebagian atau rusak, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada
pengirim. Tetapi pengangkut tidak bertanggung jawab mengganti kerugian apabila
ia dapat membuktikan bahwa tidak diserahkan seluruh atau sebagian atau rusaknya
barang itu karena :
1. Suatu peristiwa
yang tidak dapat dicegah atau dihindari terjadi;
2. Sifat, keadaan
atau cacat barang itu sendiri;
3. Kesalahan atau
kelalaian pengirim sendiri (Pasal 468 ayat 2 KUHD
Pengangkut hanya
bertanggung jawab terhadap pencurian dan kehilangan emas, perak, permata dan
barang berharga lainnya, uang dan surat berharga serta kerusakan barang
berharga yang mudah rusak, apabila sifat dan harga barang-barang tersebut
diberitahukan kepadanya sebelum atau pada saat penerimaan (Pasal 469 KUHD).
Berdasarkan Pasal
491 KUHD, penerima wajib membayar biaya pengangkutan kepada pengangkut setelah
penyerahan barang dilakukan di tempat tujuan. Tetapi kebiasaan yang berlaku dan
diikuti adalah apabila pengirim menyerahkan barang kepada pengangkut, ia harus
membayar biaya pengangkutan lebih dahulu, kemudian baru diperhitungkan dengan
penerima. Salah satu alasan bahwa kebiasaan ini diikuti karena pengangkut tidak
mempunyai hak retensi bila penerima tidak membayar biaya pengangkutan setelah
barang diserahkan kepadanya.
Perjanjian
pengangkutan barang melalui kapal laut merupakan bagian dari sub sistem tata
hukum nasional, yaitu hukum keperdataan dagang (perusahaan), yang terdiri dari
komponen-komponen subsistem : subyek hukum, status hukum, peristiwa hukum,
obyek hukum, hubungan hukum dan tujuan hukum.
Subyek perjanjian
pengangkutan meliputi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan yang
terdiri dari pengangkut, pengirim, penumpang, penerima, eksportir, pengatur
muatan, pengusaha pergudangan. Pihak-pihak yang berkepentingan ini dapat berupa
pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian yang dibuat, seperti
pengangkut, pengirim dan penumpang.
Subyek
pengangkutan mempunyai status yang diakui oleh hukum, yaitu sebagai pendukung
kewajiban dan hak dalam pengangkutan. Pendukung kewajiban dan hak ini dapat
berupa manusia pribadi atau badan hukum, baik ia pengangkut, pengirim, penerima
ataupun eksportir, pengusaha pergudangan, sedangkan penumpang selalu berupa
manusia pribadi, tetapi dapat berfungsi ganda yaitu sebagai subyek sekaligus
sebagai obyek pengangkutan.
Pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pengangkutan mengadakan persetujuan yang meliputi apa yang
menjadi obyek pengangkutan, tujuan yang hendak dicapai, syarat-syarat dan cara
bagaimana tujuan itu dapat dicapai melalui perjanjian pengangkutan. Pihak-pihak
yang berkepentingan dalam perjanjian itu masing-masing mempunyai kewajiban dan
hak secara bertimbal balik.
Tujuan yang hendak
dicapai oleh pihak-pihak yang berkepentingan pada dasarnya meliputi tibanya barang
atau penumpang di tempat tujuan dengan selamat dan lunasnya pembayaran biaya
pengangkutan. Dalam pengertian tujuan termasuk juga segi kepentingan
pihak-pihak dan kepentingan masyarakat, yaitu manfaat apa yang mereka peroleh
setelah pengangkutan selesai.
Sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, tujuan hukum pengangkutan adalah terpenuhinya kewajiban
dan hak pihak-pihak dalam pengangkutan. Kewajiban pihak pengangkut adalah
menyelenggarakan pengangkutan dari tempat tertentu ke tempat tujuan dengan
alamat. Sedangkan kewajiban pihak pengirim atau penumpang adalah membayar biaya
pengangkutan. Tujuan hukum pengangkutan adalah tujuan pihak-pihak dalam
pengangkutan yang diakui sah oleh hukum. Tujuan yang diakui sah oleh hukum
disebut juga tujuan yang halal.
Tujuan yang halal
adalah salah satu unsur Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu unsur keempat :
"kausa yang halal", artinya isi perjanjian pengangkutan yang menjadi
tujuan itu harus tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan
ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan. Tujuan perjanjian
pengangkutan tidak hanya mengenai kepentingan pihak-pihak, melainkan juga
kepentingan umum (masyarakat luas).
Tujuan pihak-pihak
Tujuan pihak-pihak
yang diakui sah oleh hukum pengangkutan "tiba di tempat akhir pengangkutan
dengan selamat" dan lunas pembayaran biaya pengangkutan. Tujuan ini
merupakan keadaan yang dicapai setelah perbuatan selesai dilakukan atau
berakhir. Tiba di tempat akhir pengangkutan artinya sampai di tempat yang
ditetapkan dalam perjanjian pengangkutan. Dengan selamat artinya barang yang
diangkut tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan, kemusnahan, tetap
seperti semula.
Pengertian
"dengan selamat" disini terbatas pada tidak ada pengaruh akibat dari
perbuatan, keadaan, kejadian yang datang dari luar barang atau diri penumpang,
yang menjadi tanggung jawab pengangkut. Jika pengaruh itu datang dari dalam
barang, misalnya terlampau masak, mudah busuk, maka pengangkut tidak
bertanggung jawab. Tujuan dari pihak pengangkut adalah memperoleh pembayaran
biaya pengangkutan. Pembayaran ini dilakukan pada awal pengangkutan oleh
pengirim, atau pada akhir pengangkutan setelah penyerahan barang kepada
penerima dan penerima membayar biaya pengangkutan.
Manfaat yang Diperoleh
Tercapainya tujuan
perjanjian pengangkutan memberi manfaat atau kenikmatan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan masyarakat luas. Manfaat atau kenikmatan tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Dari kepentingan
pengirim, pengirim memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan
komersial;
b. Dari kepentingan
pengangkutan, pengangkut memperoleh manfaat keuntungan material sejumlah uang
atau keuntungan immaterial berupa meningkatkan kepercayaan masyarakat atas jasa
pengangkutan yang diusahakan oleh pengangkut;
c. Dari kepentingan
penerima, penerima memperoleh manfaat untuk konsumsi pribadi maupun keuntungan
komersial;
d. Dari kepentingan
penumpang, penumpang memperoleh manfaat kesempatan mengemban tugas, profesi,
meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian di tempat yang dituju (tempat baru);
e. Dari kepentingan
masyarakat luas, masyarakat memperoleh manfaat kebutuhan yang merata dan
kelangsungan pembangunan.
Posting Komentar